Opini penulis terhadap Muhammad Rizieq bin Hussein Shihab (Habib Rizieq)

Seluruh bentuk pujian hanya milik Allah . Serta kita mohonkan kepada Allah agar memberi shalawat dan salam kepada Nabiyyullah, Muhammad .

Nama yang sekiranya tidak lagi asing ditelinga, baik muslimin dan muslimat, maupun orang kafir, semua mengenal orang ini. Sosok yang dianggap sebagai tokoh besar di negeri ini, dan mungkin saja dia bisa menjadi orang paling berpengaruh di Indonesia untuk tahun ini. Dialah, Habib Rizieq Shihab.



Tak perlu ana menjelaskan betapa hebat sosok ini. Latar pendidikan yang tinggi. Basis massa yang solid dan kuat. Apalagi beliau seorang keturunan nabi (Habib), tentu masyarakat (terutama muslim) segan dengannya. Dan mungkin masih banyak kehebatan lainnya yang mungkin antum lebih tahu.

Bukan ingin membahas kehebatannya, melainkan ana lebih tertarik untuk memberikan pendapat ana, dan mungkin beberapa dari pembaca nanti akan setuju, dan jika sudah banyak yang setuju, tentu ini bisa jadi sebuah nasihat untuk diri Habib pribadi. Bukankah orang yang bijak itu seharusnya menerima kritikan dengan senang hati? Apalagi jika kritikan itu adalah suatu yang membangun, dan bukan bermaksud menjatuhkan. Terlebih ana akan menggunakan dalil dari Al-Qur’an dan Hadits untuk mengutarakan pendapat. Wallahu ta’ala a’lam.


BERKATA KASAR
Berapi-api dalam berpidato/berkhutbah itu adalah suatu keutamaan, bahkan dianggap sunnah.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma, beliau menceritakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلاَ صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْش
Bila sedang berkhutbah, Rasulullah  memerah matanya, suaranya keras dan kemarahan beliau memuncak, seakan-akan beliau sedang memperingatkan pasukan (dari musuh)…[HR. Muslim]

Ada yang perlu diperhatikan. Jabir bin Abdillah tidak menyebutkan berkata kasar sebagai adab berkhutbah. Namun berlawananan dengan itu, tatkala ana bertanya kepada teman-teman FPI, “Mengapa Habib perlu berkata kasar saat berpidato?”, dan mereka menimpali “Habib itu dakwahnya beda, dia dakwahnya di bagian amar ma’ruf nahi munkar, makanya harus keras kalo di lapangan. Kalo nggak keras, musuhnya nggak takut dong?”.

Masya Allah......
Antum benar teman-teman FPI......

Iya. Dakwah memang harus keras. Sayangnya yang ana permasalahkan bukan kerasnya, tapi tutur kata Habib yang kasar. Dakwah itu mengajak, bukan menakut-nakuti. Terlebih antum membawa-bawa kalimat amar ma’ruf nahi munkar. Rasulullah itu orang yang paling santun tutur katanya loh, akhi. Memangnya dakwah nabi bukan amar ma’ruf nahi munkar? Laa hawla wala quwwata illa billah......

Kita semua, yang mengaku Nabi adalah orang dengan tutur kata paling sempurna, sepakat, bahwa alasan dakwah apapun tidak dapat menghalalkan seseorang berkata kotor dan kasar. Karena toh selama hidup Rasulullah tidak pernah berkata kotor dalam dakwahnya.

Masih berkaitan dengan bahasan diatas, yakni menjaga akhlak dan perilaku.
Santun dalam berucap adalah bagian dari akhlak mulia. Sangat banyak hadits yang menyebutkan tentang tingginya kedudukan akhlak dalam diri seorang muslim. Ana akan melampirkan beberapa diantaranya:

  • Nabi bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. [HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 273]

  • Rasulullah bersabda:


أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِم

Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaknya paling baik di antara mereka, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada isteri-isterinya.” [HR. At-Tirmidzi no. 1162, Ahmad (II/250, 472), Ibnu Hibban dalam at-Ta’liqaatul Hisaan ‘alaa Shahiih Ibni Hibban no. 4164]

  • Rasulullah bersabda:


مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِيْ مِيْزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيْء

Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari Kiamat melainkan akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang suka berbicara keji dan kotor. [HR. at-Tirmidzi dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah no. 876]

Masih banyak lagi dan ana rasa ini sudah cukup. Tidak sepatutnya seorang muslim (apalagi tokoh ulama) melontarkan kata-kata kasar yang kemungkinan besar dapat ditiru oleh pengikutnya yang notabene ini adalah konsumsi publik (terutama di zaman sosial media seperti ini). Lebih-lebih masyarakat awam bisa menganggap hal itu (berkata kotor) adalah hal yang lumrah dan pantas digunakan dalam kehidupan sehari-hari.


MASALAH ITTIBA' DAN UNJUK RASA
Sedari dulu, FPI dan laskar-laskarnya dikenal sebagai sekelompok orang anarkis yang sering bertindak seenaknya. Mereka menghalalkan pembongkaran dan perusakan tempat publik yang mereka anggap mengganggu ketertiban umum. Jika ditanya pendapat pribadi, ana katakan bahwa aksi perusakan dan pembongkaran kawan-kawan FPI ini boleh-boleh saja, namun dengan satu syarat, yakni mengantongi izin untuk melakukan aksi-aksi tersebut dari pihak berwajib.

Namun apabila tidak mempunyai izin, tentu tidak dibenarkan dalam syari’at. Dan untuk apa pula kita melakukan penutupan dan penghancuran tempat-tempat maksiat? Bukankah kita sudah mempunyai institusi yang berwenang dan lebih berhak melakukannya? Kita mempunya POLRI dan seluruh jajarannya. Mereka tentu akan menertibkan tempat-tempat yang tidak pantas. Jika kita menemukan suatu tempat maksiat yang masih beroperasi, tugas kita hanya cukup melaporkan dan menunggu pihak kepolisian bergerak.

Namun, FPI berdalih bahwa mereka tetap ngotot melakukan aksi-aksi tersebut karena terjadi kemandulan hukum. Yaitu macetnya tugas polisi untuk membubarkan tempat-tempat maksiat yang seharusnya mereka bisa tutup. Mereka berpendapat bahwa mereka tidak akan ‘bergerak’ kecuali polisi tidak ‘bergerak’. Kita sudah pasti geram, karena laporan kita diabaikan begitu saja. Kesannya suara kita seperti tidak dipedulikan dan digubris. Tapi apakah situasi ini membolehkan kita melakukan aksi perusakan seperti itu? Jawabannya TIDAK.

Dalam Islam, kita diperintahkan untuk patuh dan tidak membangkang kepada ulil ‘amri (pemimpin), sekalipun pemimpin tersebut berbuat zalim. Jika pemerintah yang sah membiarkan tempat-tempat kemaksiatan tetap beroperasi bebas, bersabar adalah satu-satunya jalan.

Jika kita coba masuk dan bertanya kepada pengunjung klub-klub malam tersebut, bisakah ditebak agama dari pengunjung kebanyakan? Sudah pasti Islam sebagai agama mayoritas. Jika teman-teman FPI mengaku menerapkan amar ma’ruf nahi munkar, tentu ini menjadi waktu yang tepat. Mengapa kita tidak mengadakan dakwah-dakwah yang membuat mereka berhenti berbuat maksiat? Mengapa kita tidak mengeraskan dakwah itu? Mengapa kita harus menutup jalan sementara kita bisa membuka jalan alternatif? Mengapa kita harus berlelah-lelah memperbaiki jalan yang hancur sementara kita bisa memasang peringatan bahaya diawal jalan itu? Tentu ini jauh lebih mudah dan ada tuntunannya dari syari’at. Bukan berlaku anarkis menghancurkan tempat-tempat tersebut.

  • Rasulullah bersabda,

« يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».
 Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” [HR. Muslim no. 1847]

Sudah jelas bagi kita, ahlussunnah wal jama’ah, memegang hadits ini sebagai pedoman untuk tidak melakukan aksi-aksi yang sudah ada tugasnya oleh pemerintah. Apalagi sampai melakukan aksi protes/demo, yang mana ini sudah umum kita ketahui bahwa FPI gemar melakukan “aksi-aksi damai” yang diketuai oleh Habib Rizieq. Sungguh tidak patut dilakukan oleh Ahlussunnah.

Oleh karena itu, hendaknya kita memperbanyak do’a untuk pemimpin kita apabila mereka khilaf dan salah. Dan menggencarkan dakwah tauhid dan sunnah, demi kualitas aqidah yang sempurna, dan amal yang shahih lagi sesuai tuntunan Rasulullah . Juga mendo’akan Habib Rizieq agar selalu diberi rahmat dan hidayah oleh Allah  untuk menjaga setiap perilaku dan kata-katanya. Wallahu a’lam.


Wallahul musta’an.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membantah Argumen Pandji Pragiwaksono

Studi Terakhirku

Coretan Penulis: Toleransi dalam Perspektif Islam