Pertama, dia mengatakan bahwa dua orang
yang disiram agama yang berbeda maka outputnya juga akan berbeda.
Baris ini memang ada benarnya. Ketika ada seorang kristiani yang membunuh
muslim, apakah seluruh orang kristen rela di katakan sebagai pembunuh? Tentu
tidak. Salahkan personnya, bukan agama yang dipeluk person tersebut.
Kemudian dia memberikan contohnya, Quraish
Shihab dengan Habib Rizieq.
Dia bilang "gua gak bilang ada yang lebih baik atau lebih buruk. tapi
kita bisa sepakat."
Hm, sepertinya kita gak bisa sepakat. Karena menurut saya dua orang itu
sama buruknya.
Yang satu professor tafsir dengan fatwa ngawurnya jilbab yang tidak wajib.
Yang satunya pentolan Harokah gemar demo pembelot pemerintah.
Jadi, line ini gak make sense.
Lebih lanjut dia berargumen bahwa dia gak setuju dengan umat muslim yang
berdakwah dengan “cara yang keras”.
Dia bercerita bahwa dia pernah menghadiri shalat Jum’at yang khutbahnya ia
anggap provokatif. Berikut transkripnya (menurut dia):
“Hadirin sekalian. Di sekitar kita. Di sekitar masjid ini. Ada banyak orang
berdosa yang tidak mau menyembah Allah subhanahu wata’ala.Kelak mereka dibakar
api neraka.”
Beginilah yang Pandji anggap ‘dakwah yang keras’. Entah mungkin dia tak
pernah membaca kitab sucinya sendiri. Atau memang dia sudah paham, namun memang
pura pura tidak tau.
Al-Qur’an dipenuhi oleh reward and punishment. Allah senantiasa menjanjikan
surga dan seluruh kenikmatannya bagi siapa yang mentauhidkannya. Sebaliknya,
Allah mengancam seluruh manusia dan jin yang membangkang kepada-Nya dengan
siksaan yang pedih.
Dia mungkin juga hafal ayat ini. Anak SD pun tau sepertinya.
إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ
فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang
musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah:6)
Ini firman Tuhannya sendiri. Disampaikan oleh Rasul-Nya. Lantas kenapa masih
dikatakan dakwah yag keras? Mungkin Pandji harus cari agama baru yang lebih
lembut.
Kemudian dia mempromosikan beberapa nama koran. Ya, okay.
Kemudian dia menganggap lelucon ini sebagai dosa yang dia siap tanggung
bersama penonton yang bertepuk tangan.
Menganggap ringan
adzab, sangat berani *applause*
Kemudian dia menjelaskan bahwa tidak ada Islam Radikal. Ya, okay.
Kemudian dia kembali kepada topik dakwah keras.
Dia mulai bercerita tentang Andalusia. Menyampaikan beberapa punchline. Ya,
ya, okay.
Kalau dia paham sejarahnya, maka ini bisa jadi bumerang buat dia sendiri.
Karena apa? Andalusia berkembang pesat sebagai pusat ilmu pengetahuan. Namun
mereka mengakulturasikan budaya mereka dengan agama. Pada akhirnya mereka
kembali kalah karena mereka tak bisa lepas dari budayanya dahulu yaitu musik.
Kemudian dia mengatakan walisongo yang menyampaikan Islam ke Indonesia
dengan ‘cara yang halus’, yaitu pendekatan budaya.
Kita bisa lihat hasil dakwah walisongo ataupun para da’i terdahulu yang
memang menggunakan pendekatan budaya. Hasilnya ya seperti ini. Sangat jauh dari
Islam itu sendiri. Negara berdiri tanpa syariat. Pakaian umat muslim yang sudah
tidak terlihat ciri keislamannya. Penyembahan kepada kuburan dan kesyirikan
lainnya semakin marak. Kepercayaan kepada dukun yang lebih kuat ketimbang
kepercayaan kepada Allah. Dan sejuta kebobrokan aqidah dan manhaj kaum muslimin
Indonesia.
Saya tak ingin menyalahkan walisongo. Mereka yang telah berlalu sudah
mendapatkan apa yang seharusnya mereka peroleh dari hasil kerjanya di dunia.
Yang jelas, tidak dibenarkan pencampuradukan yang haram dengan yang halal.
Tujuan memang penting, tapi cara yang ditempuh untuk meraih tujuan tersebut
tidak boleh menghalalkan berbagai cara. Begitu pula berdakwah dengan hal yang
haram, maka ini tidak dibenarkan. Sekali lagi QUALITY > QUANTITY.
Dia melanjutkan dengan pertanyaan kepada audiens.
“Tau gak apa yang dibutuhkan oleh orang Islam?”
“Pemikir atau cendekiawan muslim yang progresif.”
Ini mengarah kepada hubungan antara Islam dan sains.
Ini pendapat saya tentang sains.
Sains itu sendiri adalah cabang ilmu pengetahuan yang berdasar kepada sesuatu
yang pasti dan terbukti. Sementara Islam adalah agama yang modal dasarnya
adalah mempercayai adanya Tuhan yang bahkan tidak mampu terlihat oleh mata
manusia. Lantas apakah Islam menjadi tidak relevan dengan ilmu pengetahuan?
Karena orang Islam tak mampu memperlihatkan kepada para ilmuwan bahwa Tuhan
mereka itu nyata adanya.
Ini sesuatu yang rumit. Agama Islam adalah agama yang meyakini hal gaib
yang tak mampu dilihat atau dirasa atau dipikirkan oleh manusia. Seperti
keberadaan surga dan neraka. Tidak ada satupun para ilmuwan yang mampu
menggambarkan bagaimana 2 tempat itu. Oleh karena itu banyak ilmuwan atau scientist
yang menolak adanya agama atau Tuhan.
Sementara Pandji ingin ada seorang yang pandai dalam agama namun juga pandai
dalam sains. Gimana dong? Kayaknya gak bisa deh.
Berlanjut kepada contoh yang ia berikan, Teori Evolusi.
Teori evolusi sangat jelas kekeliruannya. Dan orang Islam tidak boleh
membenarkan teori evolusi. Karena Allah ﷻ
telah jelas mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia pertama (Adam, ‘alaihissalam.)
dengan tangannya sendiri. Bukan berevolusi dari kera atau monyet atau yang lain
sebagainya.
Sementara ia menyebebutkan ada beberapa tokoh muslim yang
membenarkan teori evolusi. Gimana dong? Hm. Pikir sendiri deh ya.
Dia mengatakan, “Gua tau darimana ini? Dari baca
buku.”
Agak penasaran sih buku apa yang dia baca sampe isinya
ngaco kayak gini.
“Bukunya Quraish Shihab gua baca.”
Ooooooh. Pantesan. Ga heran, deh.
Dia pun melanjutkan,
“Dan Quraish Shihab itu adalah ahli tafsir yang
dihormati ya. Bukan Cuma di Indonesia, di seluruh dunia. Jadi kalau lo
gak percaya, lu cari dulu orang ahli tafsir yang lebih hebat dari dia.”
What?
Pertama, siapa aja yang menghormati Quraish Shihab
ini? Luar biasa sampai ke seluruh dunia.
Kedua, ahli tafsir itu udah ada dari zaman para
sahabat dan tabi’in maupun tabi’ut tabi’in. Kitab tafsir paling terkenal adalah
Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir At-Thabari. Dua duanya kitab tafsir hebat. Kita
hanya perlu menterjemahkannya kedalam bahasa Indonesia. So, kalau disuruh cari
ahli tafsir yang lebih hebat dari Quraish Shihab, it’s really not makes
sense.
Anak SD islam juga kayanya tau deh jilbab itu wajib.
Anak pondok pesantren juga kayanya tau deh teori
evolusi itu salah.
Kok ada professor ahli tafsir kalah sama anak SD? Kok
ada yang mau baca kitab tafsirnya? La hawla wa laa quwwata illa billah.
Line terakhir yang menarik perhatian saya adalah ini:
“Menjadi umat beragama harusnya membuat kita menjadi
orang yang lebih baik. Apapun agama lu. Bukan membuat
orang merasa paling benar. Karena ketika lu merasa paling benar, lu
cenderung mengkoreksi yang menurut lu salah. Dan ketika lu mengkoreksi yang menurut lu salah, di situ lah terjadi perpecahan.”
Pertama, kesannya seperti kita disuruh untuk ragu-ragu
terhadap agama kita. Kita dilarang yakin akan kebenaran agama kita. Karena dia
bilang “jangan merasa paling benar”.
Kedua, ibarat anda tahu ada jalan yang berlubang,
kemudian ada saudara anda ingin melewati jalan itu. Lalu Pandji teriak, “Woi!
Jangan dikasih tau kalo ada lobang!”
Akhirnya saudara anda mati terjeblos lubang tadi.
Ini pemikiran rusak. Mengkoreksi adalah bentuk
kepedulian kita terhadap saudara kita. Jangan dipikir koreksian atau kritikan
saudaramu itu adalah ujaran kebencian. Justru seharusnya direnungi agar kelak
bisa bermanfaat bagi dirimu.
Sekian dari saya.
Wallahu waliyyut taufiq wal musta’an.
Komentar
Posting Komentar