Membantah Argumen Pandji Pragiwaksono


Suatu hari saya menemukan suatu potongan video di facebook. Video tersebut berisi speech atau standup comedy dari Pandji Pragiwaksono yang sedang berbicara tentang Islam. Setelah saya menonton sampai habis, saya sangat ingin untuk menyanggah pendapat pendapat yang dia kemukakan di video itu. Mari kita bahas satu-persatu.

Pertama, dia mengatakan bahwa dua orang yang disiram agama yang berbeda maka outputnya juga akan berbeda.

Baris ini memang ada benarnya. Ketika ada seorang kristiani yang membunuh muslim, apakah seluruh orang kristen rela di katakan sebagai pembunuh? Tentu tidak. Salahkan personnya, bukan agama yang dipeluk person tersebut.


Kemudian dia memberikan contohnya, Quraish Shihab dengan Habib Rizieq.

Dia bilang "gua gak bilang ada yang lebih baik atau lebih buruk. tapi kita bisa sepakat."

Hm, sepertinya kita gak bisa sepakat. Karena menurut saya dua orang itu sama buruknya.

Yang satu professor tafsir dengan fatwa ngawurnya jilbab yang tidak wajib.
Yang satunya pentolan Harokah gemar demo pembelot pemerintah.

Jadi, line ini gak make sense.


Lebih lanjut dia berargumen bahwa dia gak setuju dengan umat muslim yang berdakwah dengan “cara yang keras”.

Dia bercerita bahwa dia pernah menghadiri shalat Jum’at yang khutbahnya ia anggap provokatif. Berikut transkripnya (menurut dia):

“Hadirin sekalian. Di sekitar kita. Di sekitar masjid ini. Ada banyak orang berdosa yang tidak mau menyembah Allah subhanahu wata’ala.Kelak mereka dibakar api neraka.”

Beginilah yang Pandji anggap ‘dakwah yang keras’. Entah mungkin dia tak pernah membaca kitab sucinya sendiri. Atau memang dia sudah paham, namun memang pura pura tidak tau.

Al-Qur’an dipenuhi oleh reward and punishment. Allah senantiasa menjanjikan surga dan seluruh kenikmatannya bagi siapa yang mentauhidkannya. Sebaliknya, Allah mengancam seluruh manusia dan jin yang membangkang kepada-Nya dengan siksaan yang pedih.

Dia mungkin juga hafal ayat ini. Anak SD pun tau sepertinya.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah:6)

Ini firman Tuhannya sendiri. Disampaikan oleh Rasul-Nya. Lantas kenapa masih dikatakan dakwah yag keras? Mungkin Pandji harus cari agama baru yang lebih lembut.


Kemudian dia mempromosikan beberapa nama koran. Ya, okay.


Kemudian dia menganggap lelucon ini sebagai dosa yang dia siap tanggung bersama penonton yang bertepuk tangan.
Menganggap ringan adzab, sangat berani *applause*


Kemudian dia menjelaskan bahwa tidak ada Islam Radikal. Ya, okay.


Kemudian dia kembali kepada topik dakwah keras.

Dia mulai bercerita tentang Andalusia. Menyampaikan beberapa punchline. Ya, ya, okay.
Kalau dia paham sejarahnya, maka ini bisa jadi bumerang buat dia sendiri. Karena apa? Andalusia berkembang pesat sebagai pusat ilmu pengetahuan. Namun mereka mengakulturasikan budaya mereka dengan agama. Pada akhirnya mereka kembali kalah karena mereka tak bisa lepas dari budayanya dahulu yaitu musik.

Kemudian dia mengatakan walisongo yang menyampaikan Islam ke Indonesia dengan ‘cara yang halus’, yaitu pendekatan budaya.

Kita bisa lihat hasil dakwah walisongo ataupun para da’i terdahulu yang memang menggunakan pendekatan budaya. Hasilnya ya seperti ini. Sangat jauh dari Islam itu sendiri. Negara berdiri tanpa syariat. Pakaian umat muslim yang sudah tidak terlihat ciri keislamannya. Penyembahan kepada kuburan dan kesyirikan lainnya semakin marak. Kepercayaan kepada dukun yang lebih kuat ketimbang kepercayaan kepada Allah. Dan sejuta kebobrokan aqidah dan manhaj kaum muslimin Indonesia.

Saya tak ingin menyalahkan walisongo. Mereka yang telah berlalu sudah mendapatkan apa yang seharusnya mereka peroleh dari hasil kerjanya di dunia. Yang jelas, tidak dibenarkan pencampuradukan yang haram dengan yang halal.

Tujuan memang penting, tapi cara yang ditempuh untuk meraih tujuan tersebut tidak boleh menghalalkan berbagai cara. Begitu pula berdakwah dengan hal yang haram, maka ini tidak dibenarkan. Sekali lagi QUALITY > QUANTITY.


Dia melanjutkan dengan pertanyaan kepada audiens.

“Tau gak apa yang dibutuhkan oleh orang Islam?”

“Pemikir atau cendekiawan muslim yang progresif.”


Ini mengarah kepada hubungan antara Islam dan sains.

Ini pendapat saya tentang sains.

Sains itu sendiri adalah cabang ilmu pengetahuan yang berdasar kepada sesuatu yang pasti dan terbukti. Sementara Islam adalah agama yang modal dasarnya adalah mempercayai adanya Tuhan yang bahkan tidak mampu terlihat oleh mata manusia. Lantas apakah Islam menjadi tidak relevan dengan ilmu pengetahuan? Karena orang Islam tak mampu memperlihatkan kepada para ilmuwan bahwa Tuhan mereka itu nyata adanya.

Ini sesuatu yang rumit. Agama Islam adalah agama yang meyakini hal gaib yang tak mampu dilihat atau dirasa atau dipikirkan oleh manusia. Seperti keberadaan surga dan neraka. Tidak ada satupun para ilmuwan yang mampu menggambarkan bagaimana 2 tempat itu. Oleh karena itu banyak ilmuwan atau scientist yang menolak adanya agama atau Tuhan.

Sementara Pandji ingin ada seorang yang pandai dalam agama namun juga pandai dalam sains. Gimana dong? Kayaknya gak bisa deh.

Berlanjut kepada contoh yang ia berikan, Teori Evolusi.

Teori evolusi sangat jelas kekeliruannya. Dan orang Islam tidak boleh membenarkan teori evolusi. Karena Allah telah jelas mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia pertama (Adam, ‘alaihissalam.) dengan tangannya sendiri. Bukan berevolusi dari kera atau monyet atau yang lain sebagainya.

Sementara ia menyebebutkan ada beberapa tokoh muslim yang membenarkan teori evolusi. Gimana dong? Hm. Pikir sendiri deh ya.

Dia mengatakan, “Gua tau darimana ini? Dari baca buku.”

Agak penasaran sih buku apa yang dia baca sampe isinya ngaco kayak gini.

“Bukunya Quraish Shihab gua baca.”

Ooooooh. Pantesan. Ga heran, deh.
Dia pun melanjutkan,

“Dan Quraish Shihab itu adalah ahli tafsir yang dihormati ya. Bukan Cuma di Indonesia, di seluruh dunia. Jadi kalau lo gak percaya, lu cari dulu orang ahli tafsir yang lebih hebat dari dia.”

What?
Pertama, siapa aja yang menghormati Quraish Shihab ini? Luar biasa sampai ke seluruh dunia.
Kedua, ahli tafsir itu udah ada dari zaman para sahabat dan tabi’in maupun tabi’ut tabi’in. Kitab tafsir paling terkenal adalah Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir At-Thabari. Dua duanya kitab tafsir hebat. Kita hanya perlu menterjemahkannya kedalam bahasa Indonesia. So, kalau disuruh cari ahli tafsir yang lebih hebat dari Quraish Shihab, it’s really not makes sense.

Anak SD islam juga kayanya tau deh jilbab itu wajib.
Anak pondok pesantren juga kayanya tau deh teori evolusi itu salah.

Kok ada professor ahli tafsir kalah sama anak SD? Kok ada yang mau baca kitab tafsirnya? La hawla wa laa quwwata illa billah.

Line terakhir yang menarik perhatian saya adalah ini:

“Menjadi umat beragama harusnya membuat kita menjadi orang yang lebih baik. Apapun agama lu. Bukan membuat orang merasa paling benar. Karena ketika lu merasa paling benar, lu cenderung mengkoreksi yang menurut lu salah. Dan ketika lu mengkoreksi yang menurut lu salah, di situ lah terjadi perpecahan.”

Pertama, kesannya seperti kita disuruh untuk ragu-ragu terhadap agama kita. Kita dilarang yakin akan kebenaran agama kita. Karena dia bilang “jangan merasa paling benar”.

Kedua, ibarat anda tahu ada jalan yang berlubang, kemudian ada saudara anda ingin melewati jalan itu. Lalu Pandji teriak, “Woi! Jangan dikasih tau kalo ada lobang!”
Akhirnya saudara anda mati terjeblos lubang tadi.

Ini pemikiran rusak. Mengkoreksi adalah bentuk kepedulian kita terhadap saudara kita. Jangan dipikir koreksian atau kritikan saudaramu itu adalah ujaran kebencian. Justru seharusnya direnungi agar kelak bisa bermanfaat bagi dirimu.

Sekian dari saya.
Wallahu waliyyut taufiq wal musta’an.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Studi Terakhirku

Menjelang Aksi Damai 212 - Bahaya Khawarij