Coretan Penulis: Toleransi dalam Perspektif Islam

Jika ditanya "Apakah muslim mengenal adanya toleransi?" atau "Apakah Islam mengajarkan toleransi?" Jawabannya adalah tergantung. Mengapa demikian? karena tergantung pengertian dan maksud dari toleransi itu sendiri. Sekarang pertanyaannya, "Yang manakah toleransi yang di ajarkan Islam dan di kenal kaum muslimin?"


Toleransi dalam Islam adalah toleransi yang menjunjung tinggi sikap dan perlakuan serta mu'amalah yang baik antar agama.

Berinteraksi dengan baik dan ramah wajib dilakukan setiap muslimnya baik kepada sesama muslim maupun kepada non-muslim. Hal ini dikarenakan Islam adalah "rahmatan lil-'aalamin" atau rahmat bagi semesta alam. Bukan rahmat bagi sesama muslim saja. Namun yang perlu diperhatikan disini adalah perbedaan perspektif tentang toleransi. Banyak yang berpendapat bahwa toleransi adalah menghormati sesama agama dengan cara memaklumi ibadah dan keyakinan antar agamanya. Hal yang seperti ini adalah keliru menurut Islam. Karena toleransi umat muslim hanyalah cukup berbuat baik dan adil tanpa membedakan agama, tanpa memaklumi keyakinan pemeluk agama lain.

Seorang muslim tetap dapat bertoleransi dengan caranya sendiri, saya akan berikan beberapa contohnya:

1. Menjenguk dan mendo'akan kesembuhan bagi non-muslim

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244).

2. Mempergauli saudara dan orang tua yang non-muslim


Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).

3. Ali 'ibn Abi Thalib yang masuk persidangan dengan pria Yahudi.


Kisah dari seorang sahabat Nabi, Khalifah keempat, Ali 'ibn Abi Thalib yang kehilangan baju besinya. Pada suatu hari beliau menjumpai seorang Yahudi yang memakai baju besi miliknya. Beliaupun mengatakan bahwa baju besi itu miliknya. Yahudi itu pun mengelak dan mengaku bahwa itu miliknya, sementara Ali radhiyallahu anhu sangat yakin bahwa baju itu miliknya. Kemudian mereka pun berdebat dan tidak menemukan jalan keluar. Akhirnya mereka berdua sepakat membawa urusan tersebut ke pengadilan.

Sesampainya di pengadilan, sang hakim yang merupakan seorang muslim meminta kedua belah pihak untuk menyerahkan saksi untuk membelanya. Dia berkata "Wahai Yahudi! Ajukan seorang saksi." dan kemudian dia meminta ali juga dengan berkata "Wahai 'Amirul Mukminin! ....". Belum selesai hakim berbicara, beliau langsung memotong dengan berkata "Wahai hakim yang terhormat! Mengapa engkau memanggilku dengan sebutan itu? Mengapa engkau memperlakukanku beda dengan sang Yahudi? Panggil aku Ali saja, karena sesungguhnya Aku dan Yahudi itu adalah sama di mata hukum ini.

"Baiklah. Kalau begitu adakah saksi dari anda wahai Ali?" ucap sang hakim.
"Aku hanya mempunyai anakku sebagai saksi." jawab Ali.
"Anda tidak bisa mengajukan keluarga sebagai saksi." balas sang hakim.
"Kalau begitu aku sudah tidak punya siapa siapa lagi." ucap Ali pasrah.

Karena Ali tidak mempunyai saksi yang cukup, akhirnya Ali kalah dalam persidangan dan baju besi berhak milik sang Yahudi. Namun ternyata...

Sang Yahudi menangis mengucap syahadat. Lalu memberikan kembali baju besi itu kepada Ali sambil berkata, "Wahai Ali! Baju ini milikmu. Aku mengambilnya ketika baju itu terjatuh dari kudamu. Maafkan aku wahai Amirul Mukminin."

Seorang pria Yahudi menemukan keindahan Islam melalui sikap Ali bin Abi Thalib. Seperti inilah Islam yang bertoleransi memperlihatkan keadilan seadil-adilnya baik terhadap non-muslim.

Wallahu a'alam bisshawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membantah Argumen Pandji Pragiwaksono

Studi Terakhirku