Nasionalisme dari Sudut Pandang Islam



Seseorang yang hidup di Indonesia pasti pernah mendengar yang namanya Nasionalisme. Indonesia dibangun dengan ideologi Nasionalisme, dikarenakan munculnya satu rasa yang sama antar kelompok orang. Rasa kebencian yang sama. Rasa sakit yang sama dari penindasan yang dilakukan oleh para penjajah membuat rakyat bersatu padu menggalang kekuatan untuk mengusir para penjajah tersebut keluar. Inilah yang menyebabkan terlahirnya ideologi Nasionalisme di suatu masyarakat. Namun dalam sudut pandang Islam, bagaimanakah seharusnya kita memandang Nasionalisme?

Seseorang yang menganut ideologi nasionalisme, akan cenderung cinta kepada negaranya, dan akan membela negaranya walau harus mengorbankan apapun. Apakah cinta kepada negara dan membela negara ini dibenarkan?


Cinta dalam Islam adalah cinta kepada Allah. Contoh:

1. Mengapa seseorang mencintai istrinya? Karena istrinnya adalah orang yang taat kepada Allah, maka dengan memperistrinya itu akan membantunya dalam ketaatan kepada Allah.
2. Mengapa seseorang mencintai sahabatnya? Karena sahabatnya adalah orang yang taat kepada Allah, maka dengan bersahabat dengannya akan membantunya untuk taat kepada Allah
3. Mengapa seseorang mencintai negaranya? Karena negaranya adalah negara yang mengikuti hukum Allah, maka dengan tinggal didalamnya akan membantunya taat kepada Allah.

Banyak orang yang sangat terganggu apabila ada yang mengatakan bahwa "Indonesia adalah negara Islam". Namun pada hakikatnya memang benar. Bacalah hadits berikut:



عن أنس بن مالك قال كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يغير إذا طلع الفجر وكان يستمع الأذان فإن سمع أذانا أمسك وإلا أغار فسمع رجلا يقول الله أكبر الله أكبر فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم على الفطرة ثم قال أشهد أن لا إله إلا الله أشهد أن لا إله إلا الله فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم خرجت من النار فنظروا فإذا هو راعي معزي

Anas bin Malik radhiyallahu’anhu menceritakan, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam hendak menyerang daerah musuh ketika terbit fajar. Beliau menunggu suara adzan, jika beliau mendengar adzan, maka beliau menahan diri, dan jika tidak mendengar adzan maka beliau menyerang.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Berikut adalah pendapat para ulama tentang hadits ini:

Imam an-Nawawi rahimahumullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa adzan menahan serangan kaum muslimin kepada penduduk negeri daerah tersebut karena adzan tersebut merupakan dalil atas keislaman mereka.” (Syarh Shahih Muslim, IV/84)


Imam al-Qurthubi rahimahumullah berkata, “Adzan adalah tanda yang membedakan Darul Islam dan Darul Kufur.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, VI/225)

Indonesia adalah negara Islam, hanya saja belum sempurna dalam menerapkan hukum Islam. Sama seperti Maroko, Mesir, Aljazair, dan lain-lain. Maka cinta kepada negara Indonesia hanya sekedar karena ini negara dengan mayoritas penduduknya muslim dan syiar-syiar Islam ditampilkan saja. Tidak perlu berlebihan.


Kemudian dalam masalah membela negara, ditemukan sebuah hadits dari Rasulullah ﷺ.


Rasulullah ﷺ, bersabda:



عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ  الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ رِيَاءً ، فَأَىُّ ذَلِكَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِىَ الْعُلْيَا ، فَهْوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »

Dari Abu Musa, ia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas ia berkata, ada seseorang yang berperang (berjihad) untuk membela sukunya (tanah airnya); ada pula yang berperang supaya disebut pemberani (pahlawan); ada pula yang berperang dalam rangka riya’ (cari pujian), lalu manakah yang disebut jihad di jalan Allah? Beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Siapa yang berperang supaya kalimat Allah itu mulia (tinggi) itulah yang disebut jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari no. 7458 dan Muslim no. 1904).


Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan,


“Jika niatan seseorang dalam berperang hanyalah untuk membela tanah air, maka itu adalah niatan yang keliru. Niat seperti itu sama sekali tidaklah bermanfaat. Tidak ada beda antara muslim dan kafir jika niatannya hanyalah untuk membela tanah air. Sedangkan hadits yang menyebutkan “hubbul wathon minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman)”, ini adalah hadits dusta, yang bukan berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Sebagai seorang muslim, tentu kita harus memiliki loyalitas kepada sesama muslim. Satu-satunya yang pantas kita bela dan perjuangkan walau harus mengorbankan nyawa adalah agama Islam. Bukan negara, bangsa, suku, etnis, atau apapun. Karena jika rasa peduli kita hanya berdasarkan negara, apa bedanya kita dibanding dengan orang kafir yang sama-sama berperang untuk tanah air? Niat yang menentukan.


Barangkali jika seseorang berperang untuk memperoleh kemerdekaan, dan dengan kemerdekaan itu dia bisa menyebarkan ajaran agama islam di tanah airnya, maka insya Allah ini sesuatu yang terpuji.


Akhir kata, nasionalisme adalah suatu ideologi yang datang dari barat, dan bukan berasal dari Islam. Jika islam sudah memiliki ideologi tersendiri, untuk apa menggunakan ideologi yang berasal dari orang kafir? Maka kita tak selayaknya menganut ideologi ini, karena cinta dan benci kita karena Islam. Bukan karena bangsa, negara, ras, suku, etnis, dan lain sebagainya.


Wallahu a'lam bisshawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membantah Argumen Pandji Pragiwaksono

Studi Terakhirku

Menjelang Aksi Damai 212 - Bahaya Khawarij