Pindah agama, aibkah?
Isu perpindahan agama atau religion
converts menjadi stigma negatif dikalangan orang-orang sekitar kita. Saru,
tabu, suatu hal yang tidak layak dilakukan bagi seseorang yang telah beragama untuk
pindah ke agama lainnya. Tetapi, mengapa?
Seseorang yang diketahui berpindah
agama pasti menjadi omongan banyak orang di negeri kita yang masyarakatnya
adalah umat beragama. Baik omongan positif maupun negatif. Keduanya pasti ada.
Tidak mungkin ada seseorang yang berpindah dari suatu agama ke agama lainnya,
kemudian kabar perpindahan agamanya itu disambut baik semua orang. Begitu pula
sebaliknya, tidak mungkin semua orang membencinya.
Padahal tanpa disadari, ada juga beberapa
orang dari orang-orang terdekatnya yang mengalami perpindahan agama ini. Entah
itu kawannya, temannya, atau bahkan keluarganya sendiri. Lalu bagaimana ia bisa
sangat anti dengan perpindahan agama ketika orang-orang terdekatnya saja
melakukannya?
Dalam pandangan saya sendiri,
perpindahan agama tidaklah tabu, asalkan seseorang perpindah agama menggunakan
akal serta hatinya.
Baik dia adalah seorang Muslim,
Kristiani, Hindu, Buddha, dan agama lainnya, menurut saya semua dari mereka
harus berpikir atas agama yang ia pegang sekarang. Berpikir atas agamanya
sendiri dan agama orang lain di luar kepercayaannya.
Seorang Muslim hendaknya berpikir
mengapa umat Hindu percaya akan banyak dewa. Seorang Kristiani hendaknya
berpikir mengapa umat Muslim berpaham monoteisme. Seorang Hindu hendaknya
berpikir mengapa umat Kristen percaya akan Trinitas.
Dengan memahami agama sendiri dan
agama orang lain, ada 2 yang akan terjadi; pertama, seseorang akan condong
kepada agama lain yang ia rasa lebih benar dari agamanya sekarang; kedua, seseorang
akan makin yakin dengan agama yang sedang dipegangnya.
Walaupun dilahirkan dan dibesarkan
dalam keluarga muslim, saya tidak mau hanya beragama hanya karena keturunan.
Saya juga tidak mau memaksakan diri berpegang kepada agama yang dianut orangtua
saya. Bagi saya, beragama karena agama orangtua itulah yang aib.
Jadi saya coba menerapkan cara diatas.
Mengapa saya harus jadi muslim?
Setahun terakhir saya giat meneliti dan
mempelajari agama sendiri dan agama lainnya. Apanya yang hebat dari agama saya
sekarang ini? Dengan sebab inipun, banyak pertanyaan-pertanyaan yang begitu
saja melintas di pikiran.
1. Pertanyaan yang paling pertama
muncul adalah, “Mengapa Islam menjadi agama dengan pertumbuhan paling pesat?”
Terlalu banyak survey yang dilakukan
berbagai lembaga, baik itu internasional (worldwide) maupun nasional
(regional). Semuanya menyatakan bahwa populasi umat Islam meledak diberbagai
negara, bahkan di negara barat sekalipun.
Diantaranya yaitu lembaga riset asal Amerika “Pew
Research Center” yang terkenal akan risetnya tentang perkembangan agama di
seluruh dunia. Mereka juga meyatakan bahwa Islam menjadi agama dengan perkembangan
terpesat di Amerika. Kanal berita seperti Independent, The
Guardian,Dailymail, Telegraph, dan lain-lainnya pun menyebutkan yang serupa
bagi Britania Raya. Bahkan kanal berita seperti RT menciptakan sebuah video
yang menjelaskan bagaimana cepatnya Islam berkembang di, serta menunjukkan kosongnya
gereja saat aktivitas ibadah minggguan di Inggris dan Amerika. Suatu hal yang
saya yakini adalah, sebuah agama yang memiliki jumlah penganut yang luar biasa
banyak, ditambah dengan pesatnya perkembangan agama tersebut, pastilah bukan
agama yang sembarangan. Tidak mungkin bermilyar-milyar orang dungu memeluk
agama itu jikalau agama itu adalah agama yang salah.
2. Kemudian, saya sempat berpikir
untuk mencari cerita-cerita tentang perpindahan agama.
Setelah lama berlayar di internet,
sayapun menemukan beberapa cerita tentang seseorang yang memilih agama Hindu, tetapi
saya menemukan lebih banyak tentang cerita
orang-orang yang mulai memeluk agama Kristen. Namun semua cerita itu tak
sebanyak dan tak semenarik cerita orang-orang yang berpindah agamanya menjadi
Islam. Saya juga menemukan beberapa video tentang orang yang ‘mengaku’
berpindah agama dari Islam ke Kristen. Namun entah mengapa argumennya justru nyeleneh
dan malah membuktikan kalau dia bukanlah ‘mantan muslim’, akan tetapi hanya
mengaku-ngaku saja.
3. Pikiran kembali memaksa saya untuk
berpikir, “Mengapa umat muslim begitu taat?”
Mengapa Muslim sangat taat dengan
agamanya dan tidak seperti agama lainnya? Bahkan saya memiliki argumen untuk
menguatkan poin ini. Yaitu “Saya yakin bahwa saya mampu menyebutkan nama-nama
ulama/da’i/ustadz/muballigh Islam lebih banyak dari pastor/biarawan dari
agama yang anda pegang.”.
Menurut saya, tidak mungkin ada orang-orang
bodoh yang rela menghabiskan waktunya mempelajari Islam jikalau Islam ini
hanyalah agama kacangan buatan tangan manusia. Para
ulama jaman dahulu menghabiskan malamnya menulis kitab-kitab mereka hanya
bercahayakan lampu dari api. Anak-anak usia dini menghabiskan
waktunya menghafalkan al-qur’an yang sampai dewasa sekarangpun saya belum sempat
menghafalkan seluruhnya. Bahkan ada seorang syaikh
yang matanya buta hanya karena terlalu sering membaca kitab. Entahlah, saya
tidak pernah melihat seorangpun dari agama lain yang mempunyai ‘kegilaan’ dalam
ilmu agamanya seperti Muslim yang gila akan ilmu agamanya.
Lalu, bagaimana?
Semua akan terasa indah ketika kita
mencoba berpikir lebih dalam tentang agamanya.
Start think, then choose, asap.
Komentar
Posting Komentar